Khamis, 8 Mac 2012

Syyyyy!!!!

SIKAP DIAM DAN BERDIAM DIRI



"Mengapa engkau diam, padahal engkau dimusuhi ?", ucap Imam Syafi’i menirukan teguran teman-temannya. Jawab Imam Syafi’i, "Menanggapi suatu permusuhan itu sama saja dengan melakukan kejahatan. Bersikap diam dalam menghadapi orang bodoh merupakan kebajikan. Sebab, di dalam sikap diam terdapat upaya pemeliharaan kehormatan. Tidaklah engkau tahu bahwa harimau hutan itu ditakuti dan disegani kerana dia berdiam diri ? Bukankah anjing berkeliaran di jalan raya sering dilempari orang karena ia terlalu banyak menggonggong ?".

Kerana itu, Imam Syafi’i menganggap sikap diam sebagai perniagaan, meski tak ada untungnya tetapi paling tidak kita tidak pernah rugi. Diam bagi Imam Syafi’i adalah laksana perniagaan yang selalu membawa keuntungan buat pemiliknya. Prinsip hidup berniaga itu adalah "mengalah untuk menang", karena dalam berniaga orang tidak melihat seberapa cerdas engkau membuat argumentasi, tetapi seberapa banyak keuntungan yang telah engkau dapatkan.

Jadi, diam itu emas, makna sesungguhnya ada di situ, yaitu berdiam diri untuk tidak terjebak melakukan kesalahan yang sama. Inilah yang dimaksudkan sebagai "MENGALAH UTK MENANG". Namun, bagaimana bila orang diam saja terhadap kekeliruan dan kejahatan orang lain?





Apakah cukup berdiam diri dalam konteks ini dapat dibenarkan ? Sudah tentu, menurut agama, orang yang salah harus ditegur dan diperbaiki, bukan digembar-gemborkan dan dibesar-besarkan kesalahannya. Menegur dan memperbaiki kesalahan seseorang adalah terpuji, tetapi menceriterakan kesalahan seseorang, apalagi menambah dan memperbesarnya adalah tercela. Inilah yang kemudian agama merumuskannya sebagai menutup aib teman adalah kebajikan, sedangkan menyebarkannya adalah kejahatan. Kerana menyebarkan aib teman, secara psikologis, bukanlah usaha untuk menolong tetapi menjatuhkannya. Dan sebaliknya, menutup aib teman sambil memperbaikinya, secara moral sudah pasti upaya untuk menolong,bukan menghancurkannya.
Ibnu Mas’ud ketika dihadapkan kepadanya seseorang yang dituduh bergelumang dalam minuman keras, kemudian ia menegaskan bahwa, "Sesungguhnya kami telah dilarang oleh nabi untuk mencari-cari kesalahan orang, tetapi bila kami benar-benar mengetahui adanya sesuatu penyelewengan maka kami pasti akan menghukumnya" (HR Abu Dawud).

Hal ini bererti, makna berdiam diri pada hal-hal yang tidak mendatangkan masalah bagi masyarakat. Tetapi tidaklah dimaksudkan untuk tidak berbuat apa-apa pada saat kemungkaran terjadi, atau harga diri dan kehormatan seseorang terganggu. Bila berdiam diri dalam konteks serupa itu, jelas tidak diperbolehkan, karena pertanda kelemahan iman. Dikatakan sebagai kelemahan kerana tidak mampu menegakkan kebenaran dan membela harga dirinya saat diserang secara tidak beradab. Untuk itu bangkit dan membela kebenaran dan mempertahankan kepentingannya adalah suatu kewajiban asasi manusia.

Agama mengajarkan kepada umatnya supaya "berdiam diri" dari upaya menyakiti sesame manusia, baik laki-laki maupun perempuan tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat. Namun, bila mereka melakukan kesalahan, maka wajib kita tegur meskipun terasa sakit oleh yang bersangkutan. Bila kita menyakiti hati saudara kita padahal merka tidak melakukan kesalahan apa pun, niscaya kita telah melakukan kejahatan kemanusiaan. Oleh karena itu dosanya amatlah besar, dan mudah-mudahan kita dijauhkan dari sifat yang kurang terpuji tersebut serta didekatkan pada sifat terpuji seperti "berdiam diri" dari kejahatan kemanusiaan.

KEBENARAN ITU MEMANG PAHIT...

Tiada ulasan: